Senin, 06 Juni 2016

REFLEKSI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-108: Hari Kebangkitan Nasional Bukan Sebuah Warisan

SekarmajiLandscaperNew1
   
Indonesia masih menjadi misteri bagi sebagian besar pengamat Barat. Robert Elson menyebutkan bahwa Indonesia sebagai ‘Negara yang tengah mencari formula kebangsaan’ (a state in search of a nation), sedangkan Nordholt memberi label Indonesia dengan titel ‘kekacauan yang membingungkan’ (a confusing and messy state), dan yang paling pesimistik, Van Dijk menyebut Indonesia sebagai ‘Negara yang sedang membusuk’ (a state in decay). Hal ini terjadi karena Indonesia terlihat tak menjanjikan sebagai suatu negara ataupun bangsa; sebuah negara terlampau majemuk, sehingga mustahil “perkawinan” antara konsep kenegaraan dan kebangsaan bisa langgeng dengan mulus. Namun, kita patut berbangga hati, karena walau jalan yang telah ditempuh begitu terjal, sampai hari ini, Indonesia masih bertahan sebagai suatu bangsa. Hal tersebut membantah prediksi pengamat Barat yang yakin bahwa takdir bangsa Indonesia adalah sekedar eksis untuk seumur-jagung, lalu hancur-lebur layaknya Uni Soviet dan Yugoslavia. Meski demikian, kita tidak boleh lupa bahwa pondasi tempat dimana kita saat ini berpijak begitu keropos, sebagaimana kritik tajam yang dilontarkan seorang sejarawan Indonesia, Benedict Anderson dalam pidatonya, “Indonesian Nationalism; Today and in the future.”

     Hari Kebangkitan Nasional atau yang hari ini kiata kenal dengan istilah (HARKITNAS) merupakan salah satu peristiwa sejarah yang melahirkan pergerakan revolusioner di kalangan pemuda. Kebangkitan nasional adalah masa diman rasa semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme menjadi satu untuk melawan kaum penjajah. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya Organisasi Boedi Utomo yang dipelopori oleh kaum pemuda. Organisasi Boedi Utomo lahir pada tanggal 20 Mei 1908 yang merupakan sebuah organisasi yang bersifat sosial, ekonomi dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Tujuan awal berdirinya Boedi Utomo hanya semata-mata didirikan untuk dana pelajar guna memberikan beasiswa. Seiring berjalannya waktu, tujuan Boedi Utomo bukan hanya untuk dana pelajar melainkan juga untuk memperoleh kemajuan yang harmonis bagi nusa dan bangsa. Terbentuknya organisasi ini yang akhirnya menjadi cikal bakal Kebangkitan Nasional.

     Dewasa ini HARKITNAS yang diperingati setiap tanggal 20 Mei menjadi momen penting untuk membicarakan nasionalisme; terminologi yang sering kita teriakkan ini hingga kadang pupus kering maknanya. Secara historis, konsep ke-Indonesia-an dan ‘menjadi seorang Indonesia’ sejatinya dipahat di masa ini yakni di masa Pergerakan Nasional. Pada saat itu, intelektual Hindia Belanda dan produk Politik Balas Budi Pemerintah Kolonial sedang mempersiapkan suatu pesta besar; membentuk sebuah negara yang merdeka dan berdaulat bernama Indonesia, dan melepaskan diri dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Hali ini menunjukan bahwa sebuah Nasionalisme bukan sebuah warisan dari para pejuang yang mesti kita peringati dan rayakan dengan pesta pora dan ceremonial semata. Karena jika nasionalisme dimaknai sebagai warisan, maka kita cenderung memaknainya sebagai proses yang sudah selesai, sehingga membentuk mentalitas terberi (taken for granted mentality). Padahal nasionalisme adalah proyek yang tak pernah selesai, sehingga harus selalu diperjuangkan dan merupakan tantangan di setiap generasi. Aspek keberlanjutan dari nasionalisme juga fundamental dan tentunya kita ingin generasi selanjutnya juga memiliki spirit, loyalitas dan komitmen terhadap Indonesia.

     20 Mei 2016 sekumpulan pemuda pemudi yang terakomodir dalam sebuah komunitas bernama Komunitas Pendaki Gunung Regional Bandung (KPGRB) mencoba untuk merealisasikan sebuah upaya untuk kembali menyadarkan masyarakat bahwa masih ada pemuda indonesia yang memiliki mimpi untuk mengembalikan semangat juang dan rasa nasionalisme bangsa. Hal ini diharapkan mampu menjadi bagian dari titik terang di tengah rasa pesimistis akan degradasi moral dan kekeringan rasa nasionalisme pemuda yang kian hari kian mengkhawatirkan. KPGRB yang berkerja sama dengan Dinas Pemuda dan Olahraga (DISPORA) Kota Bandung dan seluruh pemuda pecinta alam dari berbagai wilayah di Indonesia bergabung  sebagai PEJUANG ESTAFET melakukan Lari Estafet Merah Putih sejauh 108 km yang di mulai dari titik 0 km kota Bandung hingga puncak Gunung Ciremai yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.

_MG_0175a

     Hal ini merupakan bentuk kepedulian dari sebagian pemuda yang memiliki kepedulian terhadap bangsa. Meski kegiatan ini bukanlah gerakan yang mampu merevolusi dan menadi penawar atas segala konflik nasional yang terjadi hari ini, namun setidaknya kegiatan ini mampu menjadi wadah bagi para pemuda untuk terus bergerak bersama dan memperjuangkan keutuhan nasionalisme bangsa demi tercapainya mimpi Indonesia menjadi negara yang menjunjung tinggi keutuhan Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila. Semoga upaya kecil dari segelintir pemuda ini mampu mewujudkan mimpi mimpi bangsa dan menjadi penerang dari kegelapan dan kehancuran bangsa, laksana 108 lampion lampion yang menjadi penerang dari gelapnya malam.
 
_MG_0176a


                                                SAPARAKANCA 2016
                         Semangat Pemuda Raih Kebangkitan Nasional di atas Cakrawala

Tidak ada komentar:

Posting Komentar